Rabu, 08 Februari 2017

PAKUWON GOLF & FAMILY CLUB





Prestigious 5* Food & Beverage Banquet Service for any Wedding Party and Corporate Functions.
Exclusive Par-3 and Unique 18-Holes Golf Course with the only Night Golf available in town.
Family Club with Unlimited Facilities, High-Tech Gym, Large Swimming Pool & Slides, Spacious Sport Hall for indoor Badminton, Basket Ball, Tennis Tables, Squash, Outdoor Tennis Court and Soccer Field

Rabu, 01 Februari 2017

Rumah WR Supratman




Rumah WR Supratman

WR. Soepratman merupakan pahlawan nasional. Begitu besar jasa beliau. Dengan biolanya beliau mencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya. Makam dan museum beliau banyak dikunjungi wisatawan dari dalam dan luar kota Surabaya. Menurut keterangan yang tertulis pada relief dinding di areal makam, WR. Soepratman di lahirkan di Jatinegara Jakarta pada hari Senin 9 Maret 1903 dan meninggal pada 17 Agustus 1938. Beliau anak seorang tentara berpangkat sersan bernama Senen dari Batalyon VIII. Beliau meninggal di usia yang relatif muda akibat sakit-sakitan  tertekan oleh Belanda yang memburu setiap aktivitas perjuangannya. Beliau sempat masuk penjara Kalisosok Surabaya sampai pada akhirnya meninggal dunia. Sejak masih muda WR. Soepratman sudah menunjukkan bakat dan kecintaannya terhadap alat musik gitar dan biola. Pada tahun 1914 berkat asuhan kakak iparnya WM. Van Eldik (Sastromiharjo) akhirnya Soepratman menjadi pandai mencipta lagu dengan bantuan gitar dan biola. Dengan gesekan biolanya WR. Soepratman berhasil menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya.  Meski dalam konggres pemuda yang mencetuskan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 nyanyian lagu Indonesia Raya sempat dilarang keras oleh pemerintah Hindia Belanda. Namun ketika Jepang hampir menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Hingga pada tahun 1944 Jepang memperbolehkan lagu ini dikumandangkan. Pemerintah Indonesia akhirnya menetapkan Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan mulai 26 Juni 1958 melalui peraturan pemerintah No. 44/1958. Museum WR. Soepratman terletak tidak jauh dari makamnya. Kira-kira 1 kilometer dari makam beliau. Tepatnya berada di Jalan Mangga Tambaksari Surabaya. Satu hal yang patut kita renungkan sebagai generasi penerus ialah pesan terakhir WR. Soepratman. Adapun bunyi pesan itu “Nasibkoe soedah begini. Inilah jang disoekai oleh pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saja meninggal saja ichlas. Saja toch soedah beramal, berdjoang dengan carakoe, dengan biolakoe. Saja yakin Indonesia pasti merdeka”.



Pura Agung Jagad Karana




Pura Agung Jagad Karana

“Om swastyastu… Om swastyastu.. Om swastyastu.” Kata-kata ini akan sering Anda dengar saat mengunjungi Pura Agung Jagad Karana yang merupakan salah satu tempat ibadah bagi umat Hindu di Surabaya. Tak sekedar menjadi tempat ibadah, pura ini juga layak menjadi obyek wisata religi yang patut dikunjungi.
Pura Agung Jagad Karana terletak di jalan Gresik-Surabaya atau di Jalan Ikan Lumba-Lumba No 1, Perak Barat, Krembangan dekat dengan Museum Loka Jala Srana Sehingga membuat ibadah lebih hikmat dan tenang. Lokasinya jauh dari keramaian sehingga membuat suasana tempat ini tenang dan hikmat.
Dibangun pada tahun 1968 pura ini diresmikan pada Sabtu, 29 November 1969 oleh Kepala Staf Kodamar V Maritim Comodor R Sahiran. Peresmian bertepatan dengan Hari Saraswati yang sekaligus untuk memperingati Dewi Saraswati yang dikenal sebagai dewi ilmu pengetahuan.
Pura ini telah mengalami pemugaran sebanyak dua kali, yang pertama pada tahun 1987 dan kedua pada tahun 2003, dimana selama dua tahun tersebut bangunan utama direnovasi menyeluruh. Hasilnya padmasana atau tempat sesaji menjadi lebih lengkap dengan adanya dua pepelik, dua apit Lawang, penglurah dan bale pesantian. Hingga saat ini, perbaikan dan penambahan terus dilakukan agar Pura Agung Jagad Karana semakin lebih baik. Pembangunan kemudian direncanakan untuk meninggikan lantai bangunan utama, perbaikan lantai sekitar bangunan serta pemeliharaan pagar yang mengililingi pura.
Di tempat ibadah ini pada sekitar pintu masuk, Anda akan melihat dinding yang mengelilingi pura. Saat melangkah masuk ke dalam tampak lantai dari yang terbuat paving. Di sepanjang jalan deretan bunga menghadirkan suasana segar, damai dan serasa terasa lebih hikmat.
Kompleks pura ini berdiri di atas lahan seluas 7.703 meter persegi. Di dalam kompleks tersebut terdapat beberapa bangunan yang meliputi bangunan utama atau disebut mandala utama (jeroan), mandala madya (jaba tengah), serta mandala nista (jaba luar). Pada masing-masing bangunan terdapat ruang utama sesuai dengan penamaan.
Mandala utama memiliki Padamasana, pepelik, Penglurah, Patung Ganesha, Bale Pawedan, Bale Pesantian, Kori Agung dan penyengker. Lalu di Mandala Madya terdapat berbagai keperluan sembahyang berupa beji, bale gong, bale sebaguna, bale pewaregan, candi bentar, bale pesanekan, penyengker serta sekretariat PHDI Jawa Timur. Sedangkan di Mandala Nista, terdapat Bale Manusa yadnya, Pasraman, Patung Dewi Saraswati. Tak hanya itu fasilitas seperti kamar mandi, toilet, tempat parkir dan sekretariat banjar Surabaya.
Pura ini ramai dikunjungi menjelang Hari Raya Nyepi, khususnya pada saat upacara Melasti. Umat Hindu datang dari berbagai daerah untuk sembahyang dan melakukan ritual keagamaan. Tak hanya dari Surabaya, umat Hindu datang dari berbagai daerah di Jawa Timur seperti Sidoarjo, Lamongan dan Gresik. Perayaan akan diakhiri dengan arak-arakan sesajen, pratime, umbul-umbul dan peralatan sembayang lain.
Mengenakan pakaian serba putih umat Hindu dari Pura Agung Jagad Karana ini akan berjalan sejauh tiga kilometer menuju pantai di Kompleks TNI AL sambil diiringi suara tetabuhan. Pada puncak acara, akan dilakukan larung sesaji ke laut yang bermakna sebagai simbol penyucian diri dan melepaskan segala kotoran baik berupa perkataan, pikiran dan ataupun perbuatan.
Salah satu acara puncak yang sayang untuk Anda lewatkan adalah upacara tawur yang diadakan sehari sebelum perayaan Nyepi. Upacara Tawur Kesangan atau upacara Buta Yadnya adalah upacara untuk menghaturkan pecaruan kepada Sang Bhuta Kala, agar tidak mengganggu umat. Acara diakhiri dengan diadakannya pawai ogoh-ogoh yang diarak hingga ke pusat kota Surabaya. Oleh karena itu, jika Anda berniat berkunjung ke Pura Agung Jagad Karana, datanglah menjelang hari raya Nyepi. Selain menambah pengetahuan tentang khasanah antar umat beragama juga merupakan nilai tambah kearifan lokal yang yang bertujuan sebagai harmonisasi hidup berbudaya.

Makam Ki Ageng Bungkul





Makam Ki Ageng Bungkul


Surabaya memang sudah menjadi kota yang besar, akan tetapi nuansa religius masih ada. Hal ini dapat dilihat di makam Sunan Bungkul atau Mbah Bungkul, letaknya berada di tengah kota tepatnya di Kelurahan Darmo, Kecamatan Wonokromo. 


Namun, tidak semua orang mengetahui jika di Surabaya terdapat makam Sunan Bungkul. Selama ini yang sering diketahui hanya sebatas makan Sunan Ampel. Padahal jika ditelusuri ada kaitan sejarah antara Sunan Ampel dan Sunan Bungkul.


Selain itu, di sekitar kawasan makam Bungkul terdapat taman yang selalu ramai dikunjungi warga setiap harinya. Tidak cuma orang tua dan anak-anak yang berkunjung ke taman, namun banyak kalangan muda-mudi yang berpacaran. Maka tidak mengherankan jika ada sebutan dari kalangan masyarakat untuk kawasan Bungkul yakni "siang agamis, malam romantis".


Meski demikian, tidak menafikkan jika masih ada sejumlah warga yang menilai adanya sisi keramat dan sakral di Makam Sunan Bungkul. Sehingga masih pengunjung yang datang dari luar kota seperti Kediri, Blitar, Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Tulungagung. Jika pada saat liburan dan bulan Ramadhan, tingkat kunjungan sampai mencapai ribuan orang, sedangkan pada hari normal berkisar 100 orang.


Selain pengunjung perorangan, tidak sedikit mereka datang berombongan dengan menumpang bus dari berbagai daerah. Umumnya, peziarah merangkai jadwal kunjungannya bersamaan dengan ziara ke makam sembilan wali yang tersebar di Jawa Timur dan Jawa Tengah.


Pengunjung baik laki-laki maupun perempuan dengan berbagai keyakinan mendatangi tempat ini. Mereka meyakini Mbah Bungkul adalah sosok kharismatik yang membantu perjuangan Raden Rahmat (Sunan Ampel) menyebarkan Islam di Jawa Timur. 


Ada beberapa versi bahwa Sunan Bungkul adalah Ki Ageng Supo, atau Mpu Supo, seorang bangsawan Majapahit yang setelah masuk Islam menggunakan nama Ki Ageng Mahmuddin.


Sunan Bungkul adalah salah satu mertua Raden Paku, yang kemudian dikenal sebagai Sunan Giri, setelah Raden Paku secara tidak sengaja memungut buah delima dari Sungai Kalimas. Tanpa diketahuinya, Sunan Bungkul telah memiliki niatan bahwa barang siapa yang menemukan buah delima itu akan ia jodohkan dengan puterinya yang bernama Dewi Wardah.


Padahal Raden Paku telah dijodohkan lebih dahulu dengan puteri Sunan Ampel yang bernama Dewi Murthasiah, namun karena perjodohannya dengan Dewi Wardah mendapat restu dari Sunan Ampel, maka Raden Paku pun menikahi kedua puteri itu pada hari yang sama. 


"Perjuangan Mbah Bungkul dalam menyebarkan Islam waktu itu sangat besar. Makanya, kami jauh-jauh dari Pasuruan berziarah ke sini," kata Hilman, warga Pasuruan.


Ia mengatakan hampir setiap bulan Ramadhan bersiarah ke makam Sunan Bungkul bersama kerabat-kerabatnya yang ada di desanya. "Biasanya satu paket wisata religi ke makam Sunan Ampel. Habis dari Ampel terus ke Bungkul," katanya.


Sementara itu, salah seorang pegawai di salah satu perusahaan swsta di Surabaya, Rahman mengaku tenang jika berdoa di sekitar makam Sunan Bungkul. Bahkan setiap istirahat jam bekerja, sering ke makam Bungkul untuk berdoa.


"Kadang saya sampai ketiduran di sini," ujarnya usai berbaring di salah satu pendopo di makam itu.


Bagi masyarakat yang ingin pergi ke Sunan Bungkul rute yang ditempuh apabila dari arah utara tepatnya dari Jalan Panglima Sudirman terus Urip Sumoharjo kemudian Jalan Darmo dan sebelum Taman Bungkul belok kiri dan dapat parkir di sekitar Taman Bungkul. Apabila dari Selatan melalui Jalan Ahmad Yani, Jalan Wonokromo dan sampai di Kebun Binatang Surabaya (KBS) lansung masuk arah Jalan Raya Darmo terus ambil lajur kanan kemudian putar balik di depan Taman Bungkul kemudian masuk ambil lajur kiri masuk jalan Juwono kemudian lurus langsung parkir di sekitar Sunan Bungkul.


Sesampai di Area Sunan Bungkul dapat langsung menuju makam atau mau beristirahat dahulu sambil menikmati makanan yang disajikan oleh pedagang kaki lima yang tersedia di sekitar makam, sepeti nasi rawon, soto, pecel dan lainnya. Bahkan disekitar makam dijual makanan khas Semanggi Surabaya.


Untuk masuk ke dalam makam, pada umumnya pengunjung melewati gerbang paduraksa di dalam makam Sunan Bungkul yang membatasi bagian luar dengan bagian tengah makam. Gerbang paduraksa adalah gerbang dengan penutup di bagian atasnya, sedangkan candi bentar merupakan gerbang tanpa penutup. Setelah masuk gerbang paduraksa terdapat sebuah surau kecil yang konon dibangun oleh Sunan Bungkul bersama dengan Raden Rahmat (Sunan Ampel). 


"Biasanya, saya dan keluarga sholat dulu di surau itu, sebelum berziarah di makam Mbah Bungkul dan sejumlah pengikutnya yang satu lokasi berdekatan," kata Andik, warga Lamongan.


Untuk menuju makam, pengunjung harus melewati gapura paduraksa yang lebih kecil, menghubungkan bagian tengah dengan bagian dalam, dimana Makam Sunan Bungkul berada. Makam Sunan Bungkul berada dalam sebuah cungkup dimana berjajar beberapa makam yang nisan dan badan kuburnya diselimuti dengan kain putih.


Usai berziarah, pengunjung bisa menikmati satu lagi keajaiban yang hingga saat ini masih terjaga, yakni menikmati air sumur tua buatan Mbah Bungkul dan Raden Rahmat untuk diminum. 


"Saya ambil air di sumur untuk saya minum. Airnya bening dan sejuk. Semoga airnya berkah," kata Ny. Ansori warga Benowo Surabaya saat bersama keluarganya mengunjungi makam Sunan Bungkul.


Ia mengatakan sudah beberapa kali datang ke tempat ini dan selalu mengambil air sumur untuk diminum dan selebihnya dibawa pulang dengan botol plastik.


Konon sumur tua yang diapit pohon sawo kecik dan beringin di dalam kawasan Makam Sunan Bungkul itu dibuat Mbah Bungkul dan Raden Rahmat dalam semalam.


Saat akan mengambil air wudhu untuk sholat malam, Raden Rahmat tidak menjumpai air. Kemudian, sesaat setelah bermunajad, ia mengajak Mbah Bungkul untuk menggali tanah. Dalam sekejap galian itu sudah mengeluarkan air yang sangat bening dan sejuk.


Sejak itu, keberadaan sumur dan dua orang yang bisa dimintai pertimbangan, membuat satu persatu orang bergabung dan ikut menetap. Mereka belajar apa saja dari keduanya hingga akhir hayat.


Taman     
Seiring perkembangan waktu, di sekitar makam Sunan Bungkul, dibangun taman oleh Pemerintah Kota Surabaya. Taman Bungkul yang berada di Jalan Raya Darmo Surabaya awalnya merupakan tempat yang kotor dan gelap, kini sekarang sudah menjadi sebuah taman wisata yang sangat ramai dikunjungi tiap hari oleh warga Surabaya dan sekitarnya. 



Melalui tangan dingin Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Taman Bungkul menjadi salah satu taman terbesar yang paling banyak dikunjungi warga setiap harinya.    Revitalisasi Taman Bungkul dengan konsep Sport, Education, dan Entertainment telah diresmikan sejak 21 Maret 2007.


Area seluas 900 m2 yang dibangun dana sekitar Rp1,2 miliar itu pun dilengkapi berbagai fasilitas, seperti skateboard dan sepeda BMX track, jogging track, akses internet nirkabel (Wi-Fi atau Hotspot), telepon umum, arena green park seperti kolam air mancur, dan area pujasera. 


Untuk menunjang semua itu, tingkat kebersihan dan keamanan di sekitar Taman Bungkul terus dijaga. Bahkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya telah mempekerjakan delapan tenaga kebersihan untuk menjaga kebersihan dan sekaligus merawat tanaman bungah maupun pepohonan lainnya.


Tidak tanggung-tanggung, Taman Bungkul meraih penghargaan Internasional dari Perserikatan Bangsa Bangsa berupa "The 2013 Asian Townscape Sector Award" yang akan diberikan di Jepang pada 26 November 2013.


Penghargaan tersebut juga mendapat dukungan dari empat organisasi dunia yakni UN Habitat Regional Office for Asia and The Pacific, Asia Habitat Sociaety, Asia Townscape Design Society dan Fukuoka Asia Urban Research Center.

Wali Kota Surabaya mengatakan penilaian paling menonjol dari Taman Bungkul didasarkan atas fungsi sosial, budaya, rekreasi dan pendidikan. "Kalau dari sisi fisik, banyak taman yang lebih baik di dunia. Tapi karena Taman Bungkul fungsinya bermacam-macam sehingga menjadi penilaian tersendiri," ujarnya.


Rabu, 25 Januari 2017

JEMBATAN MERAH

Jembatan Merah


Jembatan Merah berubaha secara fisik sekitar tahun 1890an, ketika pagar pembatas diubah dari kayu menjadi besi. Saat ini, kondisi jembatan yang menghubungkan jalan Rajawali dan Kembang Jepun di sisi utara Surabaya ini hampir sama seperti jembatan lainnya, dengan warna merah tertentu.
Jembatan Merah pernah menjadi saksi hidup dari tentara Indonesia, khususnya pahlawan-pahlawan Surabaya yang berjuang melawan kolonialisme Belanda. Oleh karena itu, tidak peduli kondisi yang mungkin terjadi hari ini, Jembatan merah adalah warisan penting bagi sejarah Indonesia. Jembatan Merah merupakan pahlawan yang masih hidup dan akan terus hidup melawan waktu.

JEMBATAN SURABAYA

Icon Wisata baru

Salah satu ikon tempat wisata baru di Surabaya, Air Mancur Menari Jembatan Kenjeran Suroboyo! Baru saja diresmikan oleh walikota Surabaya, Ibu Tri Rismaharini di hari Sabtu, 9 Juli 2016, setelah libur Hari Raya Idul Fitri. Selain jembatan Kenjeran Suroboyo yang menghubungkan jarak antara jalur MERR & jalan Laguna Surabaya dengan Taman Hiburan Pantai (THP) Kenjeran Lama menjadi lebih dekat, yang menarik di jembatan ini yaitu adanya permainan air mancur menari (Dancing & Musical Fountain), yang sebelumnya hanya dapat dilihat di berbagai ikon tempat wisata di luar negeri.
Tidak mau kalah dengan luar negeri, air mancur menari Jembatan Kenjeran Suroboyo ini akan menari meliuk-liuk menampilkan berbagai tarian air mancur yang berbeda dengan lighting warna-warni yang akan berganti setiap waktu. Tarian air mancur menari ini juga akan diiringi dengan lagu Surabaya dan Jembatan Merah. Sayangnya penampilan air mancur menari sementara ini tidak tersedia setiap hari, hanya sekitar 1 jam saja pada hari Sabtu (Malam Minggu). jadwal pertunjukan air mancur menari akan digelar tiap Sabtu malam dengan durasi 60 menit mulai pukul 20.00 Wib – 21.00 Wib.

MONUMEN MAYANGKARA

Monumen Mayangkara




Monumen Mayangkara dibangun oleh keluarga besar Batalyon Infanteri 503/Mayangkara Kodam VIII Brawijaya, diresmikan oleh Mayjend TNI Soelarso Pangdam V Brawijaya pada 4 April 1985.

Tujuan dibangunnya Monumen Mayangkara ini adalah selain untuk mengenang jasa para pahlawan bangsa juga untuk melestarikan jiwa semangat dan nilai-nilai 45 bagi generasi penerus bangsa Indonesia.

Pada sisi kanan kiri dinding monumen pengunjung bisa melihat relief yang menceritakan sejarah singkat batalyon Djarot 503 Mayangkara mulai awal pembentukannya di Kota Surabaya hingga kembali menerobos pertahanan belanda untuk masuk Kota Surabaya.

Seperti disebutkan di Roodebrugsoerabaia.com, nama Mayangkara (Kuda putih pada monumen) berasal dari cerita pewayangan sebagai seorang resi mayangkara, penjelmaan dari hanoman sebagai senopati sakti Panglima perang.

Asal-usul Kuda Mayangkara

Masih bersumber dari Roodebrugsoerabaia.com. Dua bulan setelah berada di daerah Mantup, pada bulan Juli 1946, Mayor Djarot mendapat hadiah dari Kepala Daerah Mantup seekor kuda berwarna putih bernama  Mayangkara. Mengapa kuda yang bagus itu dihadiahkan kepada Komandan Batalyon Djarot? Konon Kepala Daerah Mantup sebelumnya bermimpi kedatangan seorang pendeta yang mengatakan bahwa kuda peliharaannya itu harus diberikan kepada seorang pemimpin pertempuran yang ada di daerah itu. Agaknya terjadi sambung rasa antara yang memberi dan yang diberi. Sebab, menurut pengakuannya, Mayor Djarot pada waktu itu juga bermimpi kedatangan seorang raja mengendarai kuda berwarna putih, sang Raja kemudian memberikan kuda tunggangannya, dengan pesan agar kuda tadi dipergunakan untuk memimpin barisan.

TITIK NOL SURABAYA


Tugu Pahlawan


Tugu Pahlawan terletak di Jalan Tembaan. Tugu pahlawan ini dibangun untuk menghormati parjurit Surabaya yang tewas selama pertempuran besar melawan tentara sekutu yang dilumpuhkan oleh NICA, dan yang ingin menduduki Surabaya pada 10 November 1945. Tugu pahlawan ini terletak di depan kantor gubenur.Tugu pahlawan dibangun dalam bentuk "paku terbalik dengan ketinggian 40,45 meter dengan diameter 3,10 meter dan di bagian bawah diameter 1,30 meter. Di bawah monumen dihiasi dengan ukiran "Trisula" bergambar, "Cakra", "Stamba" dan "Padma" sebagai simbol api perjuangan.Di dalam tugu ini, terdapat Museum 10 November. Museum Sepuluh Nopember dibangun untuk memperjelas keberadaan Tugu Pahlawan tersebut dan sebagai penyimpang bukti-bukti sejarah di 10 November 1945.
Tugu Pahlawan merupakan Titik Nol Kota Surabaya

Monumen Bambu Runcing

Monumen Bambu Runcing 



Bambu Runcing adalah salah satu senjata tradisional yang digunakan oleh tentara Indonesia dalam pertempuran melawan kolonialisme Belanda. Bambu runcing dipakai untuk melawan para penjajah dihampir seluruh penjuru nusantara, termasuk pada saat pertempuran hebat pada 10 November1945 di kota Surabaya. Bambu runcing dimanfaatkan salah satunya untuk membalas serangan musuh, karena keterbatasan peralatan perang modern saat itu.  Selain keberanian melawan penjajah memanfaatkan bambu runcing, hal ini ditujukan untuk memperlihatkan betapa tinggi nilai nasionalisme dan patriotisme serta semangat para prajurit ataupun warga sipil Indonesia .
Di Surabaya, untuk memperingati nilai juang dan patriotisme itulah, maka Monumen Bambu Runcing dibangun. Terletak di jalan Panglima Sudirman, monumen ini berada tepat di jantung kota Surabaya. Di tengah ramainya lalu lintas kota, monumen bambu runcing menjadi ikon pariwisata kota Surabaya yang berhubungan dengan situs sejarah perjuangan bangsa. Monumen Bambu Runcing terdiri dari 5 pilar dengan tinggi masing masing tidak sama serta dibentuk menyerupai bambu runcing. Pada saat tertentu, terdapat air yang mengalir keluar dari bambu runcing bagaikan air mancur. Disamping itu sekitar area monumen ini dikelilingi oleh taman kecil yang penuh dengan aneka ragam tumbuhan hias. Taman hias tersebut berfungsi ganda, tak sekedar sebagai tempat bagi warga Surabaya untuk bisa rileks menikmati suasana taman, namun fungsi lain taman yang dibuat antaran tahun 1900-an juga berfungsi sebagai penyerap polusi udara.
Pada malam hari, di sekitar kawasan Monumen Bambu Runcing banyak dikunjungi anak-anak muda. Selain mereka yang tergabung dalam klub motor, sebagian menikmati bersama teman atau keluarga sekedar menghabiskan waktu untuk mengbrol atau minum kopi.
Sementara pada minggu pagi, tempat di sekitaran Bambu Runcing ini kerap dijadikan tempat berolahraga, sekedar joging atau meng-gowes sepeda.
Di seputaran kawasan jalan Panglima Sudirman, tepat Monumen bambu Runcing ini berada, selain sebagai destinasi wisata, kawasan ini merupakan daerah sibuk, deretan bank-bank, hotel, restauran, toko dan kantor-kantor berdiri di tepi jalan ini. Hal ini merupakan buah besar kemerdekaan yang telah dicapai. Perjuangan para pendahulu bangsa yang berjuang demi kemerdekaan, berbuah menjadi pembangunan Kota Surabaya seperti sekarang ini. Monumen Bambu Runcing ini sendiri merupakan pengingat bagaimana perjuangan itu dulu dicapai dengan keringat, darah, dan air mata.
Wisatawan dapat mencapai monument bambu Runcing, Sebelum sampai di Jalan panglima Sudirman, bis kota akan melewati jalan Pemuda. Saat berbelok ke jalan Panglima Sudirman, wisatawan hendaknya menentukan pemberhentian di hatlte terdekat untuk turun. Nantinya, di tengah-tengah jalan Panglima Sudirman tersebut wisatawan dapat melihat Monumen Bambu Runcing persis berada di tengah jalan Panglima Sudirman. Di sebelah timurnya, terdapat Embong Ploso dan di sebelah barat terdapat jalan Embong Sawo.

KOTA PAHLAWAN KOTA SURABAYA


KOTA PAHLAWAN KOTA SURABAYA

Kota Surabaya adalah ibu kota Provinsi Jawa TimurIndonesia sekaligus menjadi kota metropolitan terbesar di provinsi tersebut. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya juga merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di Jawa Timur. Kota ini terletak 796 km sebelah timur Jakarta, atau 415 km sebelah barat laut DenpasarBali. Surabaya terletak di tepi pantai utara Pulau Jawa dan berhadapan dengan Selat Madura serta Laut Jawa.
Surabaya memiliki luas sekitar 350,54 km² dengan penduduknya berjumlah 2.765.487 jiwa (2010). Daerah metropolitan Surabaya yaitu Gerbangkertosusila yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa, adalah kawasan metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. Surabaya dilayani oleh sebuah bandar udara, yakni Bandar Udara Internasional Juanda, serta dua pelabuhan, yakni Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Ujung.
Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan Arek-Arek Suroboyo (Pemuda-Pemuda Surabaya) untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah
Suku Jawa adalah suku bangsa asli yang menjadi mayoritas di Surabaya. Dibanding dengan masyarakat Jawa pada umumnya, suku Jawa di Surabaya memiliki temperamen yang sedikit lebih keras dan egaliter. Salah satu penyebabnya adalah jauhnya Surabaya dari keraton yang dipandang sebagai sentral kebudayaan Jawa.
Meskipun Jawa adalah suku mayoritas (83,68%), tetapi Surabaya juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk suku Madura (7,5%); Tionghoa (7,25%); Arab (2,04%); dan sisanya merupakan suku bangsa lain seperti BaliSundaBatakBugisBanjar[12]ManadoMinangkabau[13]DayakTorajaAmbonAcehMelayuBetawi; serta warga asing.
Sebagai salah satu kota tujuan pendidikan, Surabaya juga menjadi tempat tinggal pelajar / mahasiswa dari berbagai daerah dari seluruh Indonesia, bahkan di antara mereka juga membentuk wadah komunitas tersendiri. Sebagai salah satu pusat perdagangan regional, banyak warga asing (ekspatriat) yang tinggal di Surabaya, terutama di daerah Surabaya Barat.

HUTAN BAMBU KEPUTIH SURABAYA



Hutan Bambu Keputih Surabaya




Hutan Bambu Surabaya yang berada di daerah keputih sukolilo dapat menjadi salah satu spot menarik untuk mengeluarkan imajinasi dengan latar belakang pedesaan alami yang ditumbuhi rimbunan pohon bambu. jika anda penggemar jepret foto tidak menyesal jika anda datang ke salah satu tempat wisata hutan bambu surabaya atau ada juga yang menyebutnya taman bambu surabaya. karena sebenarnya lokasi hutan bambu di surabaya ini merupakan bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah yang sudah 11 tahun tidak digunakan lagi, sekarang tempat pembuangan sampah sudah dialihkan ke daerah benowo. jika anda tertarik untuk menikmati suasana desa dengan angin semilir dan sepoi silahkan lihat denah hutan bambu surabaya di google maps maka anda akan ditunjukkan jalan menuju ke terminal keputih dan taman harmoni surabaya. silahkan ikuti jalan arif rahman hakim atau supermarket sakinah ke arah keputih, belok kanan ketika ada jalan bercabang kemudian lurus bertemu dengan terminal keputih, tepat sebelum terminal belok kiri. terlihat hutan bambu yang terbelah jalan.



yang perlu diperhatikan di Hutan Bambu Surabaya saat ini kemarau panjang, jangan buang puntung rokok sembarangan karena disini berserakan dauh bambu yang sangat mudah sekali terbakar. di beberapa tempat juga telah dipasang himbauan untuk tidak merokok atau buang rokok sembarangan karena memang disini belum disediakan tempat sampah, lebih baik anda berhenti merokok terlebih dahulu ketika berada di lokasi taman bambu keputih surabaya. kondisi terakhir hampir semua daun berguguran dari pohon bambu karena musim kemarau panjang yang melanda sampai hari ini. timbunan daun yang gugur menggunung di berbagai tempat dan juga merata di sebagian besar tempat wisata ini. warna kuning ke coklatan menghiasi hampir seluruh hutan bambu surabaya yang tak jauh dari tempat pemadam kebakaran wilayah keputih tersebut, yang berjarak hanya beberapa puluh meter saja. hal ini berbeda suasananya dengan 5 bulan yang lalu dimana nuansa hijau rindang dan asri memenuhi seluruh frame foto yang dibuat disana. suasana desa yang apik.(ew)

Selasa, 24 Januari 2017

MONUMEN JALESVEVA JAYAMAHE

Monjaya Surabaya



Sejarah Singkat Monumen Jalesveva Jayamahe
Lahir atas dasar gagasan bahwa bagaimanapun majunya suatu bangsa hendaknya harus tetap berpijak pada sejarah, dalam artian bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai jasa pahlawannya dibangunlah Monumen Jalesveva Jayamahe.

Pembangunan Monjaya diharapkan dapat menjadi penghargaan dan kenang-kenangan dari generasi penerus yang masih hidup, disamping itu diharapkan juga dapat memberi dorongan untuk meneruskan perjuangan mereka menuju kejayaan Angkatan laut dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia.

Dengan pembangunan monumen ini generasi penerus mencoba merekam langkah-langkah heroik  para pendiri dan sesepuh TNI Angkatan Laut dan sekaligus diharapkan dapat mengobarkan semangat perjuangan untuk mengisi kemerdekaan bagi generasi berikutnya.

Dipilihnya areal dermaga Ujung Surabaya sebagai tempat pendirian monumen ini  tidak dapat dilepaskan dari keberadaan dermaga itu di Surabaya yang menjadi saksi sejarah atas peristiwa perebutan Kaigun SE 21/24 Butai pada tanggal 3 Oktober 1945 yang ditandai dengan sumpah para Bahariwan Penataran Angkatan Laut (PAL) yaitu “ Saya rela dan ikhlas mengorbankan harta, benda maupun jiwa raga untuk Nusa dan Bangsa
Tahun 1990, setelah diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia genap berusia 45 tahun. Tongkat estafet perjuangan sepenuhnya telah dialihkan kepada generasi pengisi dan penerus kemerdekaan. Karena itu tahun 1990 dapat dianggap sebagai tonggak dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Diarsiteki oleh Drs. Nyoman Nuarta yang tergabung dalam Nyoman Nuarta Group, pada tahun 1990 Monjaya mulai dibangun dan bertepatan dengan hari Armada RI tanggal 5 Desember 1996 Monjaya Surabaya diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Monumen Jalesveva Jayamahe menggambarkan seorang Perwira Menengah TNI AL berpakaian lengkap tenue PDU-I menatap ke arah laut sebagai wakil generasi penerus dengan penuh keyakinan dan kesungguhan siap menerjang ombak dan menempuh badai menuju arah cita-cita bangsa Indonesia.

Patung dengan tinggi 31 meter tersebut berdiri di atas bangunan setinggi 29  meter. Pada bagian dinding dibuat diorama sejarah kepahlawanan para pejuang bahari/TNI Angkatan laut sejak jaman sebelum revolusi fisik sampai dengan tahun 1990-an. Selain itu, Monjaya juga berfungsi sebagai mercusuar pemandu bagi kapal – kapal yang melintas di laut sekitarnya.
Arti Jalesveva Jayamahe

Jalesveva Jayamahe atau yang seringkali diterjemahkan : "Di Lautan Kita Jaya" adalah Motto atau seruan TNI Angkatan Laut Indonesia.
Dalam Wikipedia bahasa Indonesia disebutkan, sebenarnya ungkapan ini berasal dari Bahasa Sanskerta; "Jales.eva Jayamahe" dan bisa dianalisa sebagai berikut:
jales.veva terdiri dari dua bagian: jales.u dan eva. Jales.u berasal dari kata dasar jala (maskulinum) yang berarti air dan jales.u adalah bentuk pluralis, lokativus dan secara harafiah bisa diterjemahkan sebagai: "di air-air".
eva adalah sebuah partikel emfatik dan bisa diterjemahkan dengan kata "-lah".
jayamahe, berasal dari kata kerja (verbum), ji, yang dikonjugasi menurut waktu presens, persona ketiga pluaralis dalam modus indikatif dan secara harafiah bisa diterjemahkan sebagai: "kita berjaya".
Jadi kalimat ini secara harfiah artinya adalah: "Di air-airlah kita berjaya!"